TUGAS SOFTSKIL I
MATA KULIAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI
SEJARAH PERKEMBANGAN EPA
Disusun Oleh :
Nama : REZEKI ROSMINA
Kelas : 4 EB 16
NPM : 25210826
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JAKARTA
2013
PENDAHULUAN
Akuntansi saat ini menyediakan informasi bagi pasar modal-pasar modal
besar,baikdomestik maupun internasional. Akuntansi telah meluas ke dalam
area konsultasi manajemen dan melibatkan lebih besar porsi teknologi
informasi dalam sistem dan prosedurnya. Dengan demikian akuntansi jelas
tanggap terhadap stimulus lingkungan. Standar akuntansi tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh lingkungan dan kondisi hukum, sosial dan
ekonomi suatu negara tertentu. Hal-hal tersebut menyebabkan suatu
standar akuntansi di suatu negara berbeda dengan di negara lain.
Globalisasi yang tampak antara lain dari kegiatan perdagangan antar
negara serta munculnya perusahaan multinasional mengakibatkan timbulnya
kebutuhan akan suatu standar akuntansi yang berlaku secara luas di
seluruh dunia.
Adanya persaingan secara global dan berpengaruh terhadap lingkungan
sekitar, maka para akuntan di ajarkan untuk beretika dalam melakukan
kebutuhan di suatu standar akuntansi yang berlaku saat ini. Disamping
terdapat hukum untuk mengatur secara dengan dasar undang-undang Negara
Republik Indonesia.
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
membuat sebuah tulisan dengan judul “Sejarah Perkembangan Etika Profesi
Akuntansi”.
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Etika berasal dari bahasa yunani
yaitu ethikos yang berarti timbul dari kebisasaan. Etika merupakan sebuah
sesuatu dimana cabang utama yang memperlajari suatu nilai atau kualitas yang
menjadi pelajaran mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis
dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab.
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia
sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu
kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.
Akuntan
merupakan salah satu profesi yang memiliki peran cukup besar dalam dunia
bisnis, organisasi sosial maupun lembaga pemerintahan. Akuntan juga dapat
berperan dalam menjaga kepercayaan dan kepentingan publik melalui pemberian
jasa atestasi, audit atau jasa assurance lainnya. Seorang akuntan dapat
berkarir sebagai auditor pemerintah, auditor internal, akuntan sektor publik,
akuntan keuangan daerah, akuntan manajemen dan lain-lain.
Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003)
yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang
mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan
akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri,
keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan
sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang
dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri
dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen.
Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi
seperti organisasi lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki beberapa syarat sehingga
masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan profesi,
mempercayai hasil kerjanya.
Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991)
adalah sebagai berikut:
-
Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
- Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
- Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah.
- Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
- Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu profesi.
Perkembangan profesi akuntansi sejalan dengan jenis jasa akuntansi
yang diperlukan oleh masyarakat yang makin lama semakin bertambah
kompleksnya. Gelar akuntan adalah gelar profesi seseorang dengan bobot
yang dapat disamakan dengan bidang pekerjaan yang lain. Misalnya bidang
hukum atau bidang teknik.
2. TUJUAN PROFESI AKUNTANSI
Tujuan
profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 kebutuhan
dasar yang harus terpenuhi
:
- Kredibilitas, masyarakat
membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
- Profesionalisme, diperlukan
individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
- Kualitas jasa, terdapatnya
keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan
standar kinerja tinggi.
- Kepercayaan, pemakai jasa
akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika
profesioanal yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Profesi Akuntan Publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu
:
- Jasa Assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan
mutu informasi bagi pengambil keputusan.
- Jasa Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang
yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai
dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang
disepakati (agreed upon procedure).
- Jasa Nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik
yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif,
ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Contoh : jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi
3. SEJARAH PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI
3.1 Sejarah Awal Profesi Akuntan
Profesi akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya
masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini
dimulai. Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan
pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah
ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang
disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada
orang lain untuk dikelola / dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang
hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi.
Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat
saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun
semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa
was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau
mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang
mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga
yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran
laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana. Pihak
itulah yang kita kenal sebagai Auditor.
3.2 Perkembangan Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode yaitu:
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi
di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam
manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan.
Misalnya di zaman dahulu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja
terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa
peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai
pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil
perbandingan tersebut jelas sudah terdapat fungsi audit dimana
pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk
membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya
penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik
dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada periode sebelumnya pendekatan audit masih bersifat
100% dan fungsinya untuk menemukan kesalahan dan penyelewengan yang
terjadi. Namun karena munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi
industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi
maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.
Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan
antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan
pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis
sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai
mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh
kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan
sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini
adalah pemilik dan kreditur.
Secara resmi di Inggris telah dikeluarkan undang-undang Perusahaan
tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan adanya pemeriksaan yang
dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan yang menjual
saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi (formal).
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan
pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan
tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan
audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan secara testing/
pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi
pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan
penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi
tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan.
Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik
dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga
perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern
yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan
persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem
statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran
tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri
dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan
laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor,
pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya
seperti peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang
membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan
tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang
perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka
Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari
Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).
Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita
terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama
didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan
direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa sukses
kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan
Andersen sebagai auditornya.
Kepercayaan terhadap akuntan mulai merosot tajam pada awal tahun
2002, hal ini membuat dampak yang sangat besar terhadap kantor akuntan
lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah, pemerintah AS pada saat itu
segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan termasuk “the big four
auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai kalangan, para
akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu caranya adalah
dengan mematuhi kode etik akuntan.
3.3 Perkembangan Profesi Akuntan di Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi
akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia.
Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan
tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan
secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku
untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
a. Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi
masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin
sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha
sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat
para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan.
Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam
bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu
menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan
berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan.
Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan
syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti
pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena
itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk
melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak
tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
b. Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian
gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di
Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu
kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat
dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat
terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada
waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan
publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada
saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA)
dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada
waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri
kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal
tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada
perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit
dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan
yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya,
perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan
publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh akuntan publik.
c. Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember
1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan
Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik
ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan
Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan
Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan
adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan
keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan
pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan
publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan
perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi
lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan
pasar uang di Indonesia.
Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat
keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali
sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia,
kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini
jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal
dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian
pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.
Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting
Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M
University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk
mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion)
pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di
pasar modal.
Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada
tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung
di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi
akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan
pendidik.
Sophar Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan
jumlah akuntan yang berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat
Jenderal Pajak Departemen Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama
yang mengatur hal-hal berikut:
-
Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
- Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan
diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada
Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut
akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
- Jenderal
Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan
pengenaan sanksi.
Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6
tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret
1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada
pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat
keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan
memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh
pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal
dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam
sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu
ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
d. Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam
pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan
pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik
pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang
sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan
pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan
publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan
oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
e. Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya
konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973
disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada
tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan
perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk
mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah
mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang
Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik,
prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik
dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat
dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik
akuntan publik.
Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali
lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi
akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada
kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu
dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali
mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala
(tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan
cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu
bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan
kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat
kepada akuntan asing.
Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri
Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988
tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut
adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
- Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
- Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai
liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
- Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik
mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk
mengenai manajemen KAP.
- Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia
untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi
Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
- Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut,
pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat
terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987
tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah menentukan bahwa:
-
Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan,
antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
akuntan public / akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara
berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk
tahun terakhir.
- Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus
disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan
publik/ akuntan negara.
- Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin
emisi efek tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
f. Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring
dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun
demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para
usahawan dan akademisi.
Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah
sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya
dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga
sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran
masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang
dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
-
Tumbuhnya pasar modal
- Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
- Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan
peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
- Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh
pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan
PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan
perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam
Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus
diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
- Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
- Makin baiknya transportasi dan komunikasi
- Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
- Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
-
Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup
pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi
pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
- Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya
tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan
publik untuk selalu menambah pengetahuan.
- Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan
berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin
beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan
relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan
sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan,
profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk
pengembangan profesi akuntan di masa yang akan data
PENUTUP
Dalam melakukan tugas setiap para spesialis / akuntan harus mengetahui
baik atau buruknya suatu pekerjaan dalam menjalaninya, maka dibutuhkan
lembaga ataupun undang-undang dalam hukum untuk mengontrol suatu
tindakan, akan tetapi ada pula suatu tindakan dimana itu tidak melanggar
hukum akan tetapi mencemarkan nama baik yang di sebut dengan beretika.
DAFTAR PUSTAKA
Hartadi, Bambang. 1987. Auditing ”Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Tahap Pendahuluan”. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/IAI
http://id.wikipedia.org/wiki/IAPI
http://www.e-dukasi.net/
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/19/opi01.html
https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-PEAK04.pdf